Selasa, 14 Maret 2017

Aspek-Aspek Belajar dan Hambatan-Hambatan Dalam Belajar

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Aspek-Aspek Belajar dan Hambatan-Hambatan Dalam Belajar
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

C:\Users\Wiwi\Desktop\20150315070348!Lambang_Untirta.jpg

Tim Penyusun Kelompok 4:
Rizqi Amalia Hidayah (2225150001)
Arisal Caisar (2225150002)
Tuti Alawiyah (2225150017)
Siti Nurul Afifah (2225150020)
Jesika Pratiwi (2225150025)


PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016


KATA PENGANTAR


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Aspek Belajar Dan Hambatan-Hambatan Dalam Belajar” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai aspek belajar dan hambatan-hambatan belajar kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi memperbaiki makalah yang kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya, sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya, sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenaan.


Serang, April 2016
Penyusun

DAFTAR ISI








BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. (Syah, 2010 : 87). Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif (Barlow dalam Syah, 2010 : 88). Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang relative tetap. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi terjadi secara berkala tergantung pada faktor-faktor pendukung belajar yang memepengaruhi siswa. Faktor-faktor ini umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: faktor internal dan eksternal.
Tugas utama seorang guru adalah membelajarkan siswa. Guru harus menyadari bahwa dalam tugas pembelajaran ternyata ada masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswa. Dalam kegiatan belajar, siswalah yang memegang peranan penting. Dalam proses belajar, siswa mengalami banyak hambatan yang muncul. Hambatan yang muncul itu bisa mempengaruhi sikap terhadap belajarnya, motivasi belajarnya, dan konsentrasi dalam belajarnya. Penilaian dalam belajar memiliki makna yang penting untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. (Sudjana, 2005 : 22). Klasifikasi hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. (Sudjana, 2005 : 22-23).
  1. Rumusan Masalah

  1. Apakah yang termasuk dalam aspek-aspek dalam belajar?
  2. Apakah hambatan-hambatan dalam belajar?
  1. Tujuan Penulisan

  1. Mengetahui aspek-aspek dalam belajar.
  2. Mengetahui hambatan-hambatan dalam belajar.

BAB II

KAJIAN TEORI


  1. Aspek-Aspek Belajar

Proses pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh sisa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gangne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keteramnpilan intelektuan, (c) strategi kognitif, (d) sikap, (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis dan evaluasi.  Kedua aspek utama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdirin dari lima aspek yakni penerimaan, jaaban atau reaksi, penilaian, organisasi, atau internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerak refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, diantara ketiga ranah itu, ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
  1. Ranah Kognitif
  1. Tipe hasil belajar: Pengetahuan
Isitilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata Knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau untuk untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasai sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konseop lainnya.
Ada beberapa cara untuk dapat mengingat atau menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafalan menjadi prasyarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi, maupun bahasanya. Misalnya hafalan suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat.
  1. Tipe hasil belajar: Pemahaman
Tipe hasil bvelajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan ialah pemahaman, misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca tau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan. Atau menggunkan petunjuk penerapan pada kasus lain.
Pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori:
  1. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa inggris kedalam bahasa indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih, memerapkan prisip-prinsip pemasangan listrik dalam saklar.
  2. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok.
  3. Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi seseorang diharapkan mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalah.

  1. Tipe hasil belajar: Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.menerapkan abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkan pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
Prinsip merupakan abstraksi suatu proses atau suatu hubungan mengebnai kebenaran dasar atau hukum umum yang berlaku dibidang ilmu tertentu. Prinsip mungkin merupakan suatu pernyataan yang berlaku pada sejumlah besar keadaan, dan mungkin pula merupakan suatu deduksi dari suatu teori atau asumsi.
Generalisasi merupakan rangkuman sejumlah informasi atau rangkuman sejumlah hal khusus yang dapat dikenakan pada hal khusus yang baru.
  1. Tipe hasil belajar: Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau suatu susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecapakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan menggunakan analsis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagaian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya atau memahami sistematikanya.

  1. Tipe hasil belajar: Sintesis
Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreativitas juga beroperasi dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu.

  1. Tipe hasil belajar: Evaluasi
Evaluasi merupakan pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode materil, dll. Mengembangkan kemampuan evalusi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasi. Hasil belajar dari suatu objek evaluasi tidak hanya dibidang kognitif tetapi juga di bidang afektif dan psikomotoris.

Domain Kognitif meliputi hal-hal berikut:
  1. Tingkatan hafalan, mencakup kemampuan menghafal verbal atau menghafal paraphrase materi pembelajaran berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
  2. Tingkatan pemahaman, kemampuan membandingkan (menunjukkan persamaan dan perbedaan), mengidentifikasi karakteristik, menggeneralisasi, dan menyimpulkan.
  3. Tingkatan aplikasi, kemampuan menerapkan rumus, dalil atau prinsip terhada kasus-kasus nyata yang terjadi di lapangan.
  4. Tingkatan analisis meluputi kemampuan mengklasifikasi, menggolongkan, memerinci, menguraikan suatu objek.
  5. Tingkatan sintesis meliputi kemampuan memadukan berbagai unsur untuk komponen, menyusun, membentuk bangunan, mengarang, melukis, menggambar, dan sebagainya.
  6. Tingkatan evaluasi/penilaian mencakup kemampuan menilai (judgment) terhadap objek studi dengan menggunakan kriteria tertentu.

Untuk mengukur penguasaan kognitif dapat digunakan tes lisan, tes tertulis, dan portofolio. Tujuannnya adalah untuk mengkur kemampuan membaca dan menulis yang lebih luas, peserta didik menilai kemajuannya sendiri, dan menilai sejumlah karya peserta didik.

  1. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana hingga tingkat yang kompleks:
  1. Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll.
  2. Responding atau jawaban yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepadanya.
  3. Valuing atau penilaan berkenaan dnegan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
  4. Organisasi yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioitas nilai yang dimilikinya.
  5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yakni keterpaduan semua kepribadian yang telah dimiliki seseorang.
Domain Afektif ada dua hal yang harus dinilai yaitu:
  1. Kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan pemberian respon, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
  2. Sikap dan minat peserta didik terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran.

Adapun tingkatan domain afektif yang diniai adalah kemampuan peserta didik dalam:
  1. Memberikan respons atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya.
  2. Menikmati atau menerima nilai, norma serta objek yang mempunyai nilai etika dan estetika.
  3. Menilai (valuing) ditinjau dari segi baik-buruk, adil-tidak adil, indahtidak indah terhadap objek studi.
  4. Menerapkan atau mempraktikkan nilai, norma, etika, dan estetika dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

  1. Ranah Psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampialn, yakni:
  1. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar)
  2. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
  3. Kemampuan perseptual termasuk didalamnya membedakan visual, auditif, motoris, dan lain-lain.
  4. Kemampuan dibidang fisik misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
  5. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
  6. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Domain psikomotor meliputi hal-hal berikut:
  1. Tingkatan penguasaan gerakan awal berisi kemampuan peserta didik dalam menggerakkan sebagian anggota badan.
  2. Tingkatan gerakan semirutin meliputi kemampuan melakukan atau menirukan gerakan yang melibatkan seluruh anggota badan.
  3. Tingkatan gerakan rutin berisi kemampuan melakukan gerakan secara menyeluruh dengan sempurna dan sampai pada tingkatan otomatis.

Untuk mengukur penguasaan psikomotor dapat digunakan
  • Tes Paper Dan Pencil: Kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya, misalnya berupa desain alat, desain grafis, dan sebagainya.
  • Tes Identifikasi: Kemampuan peserta didik dalam mengitentifikasi sesuatu, misalnya menemukan bagian yang rusak atau yang tidak berfungsi dari suau alat.
  • Tes Stimulasi: Tes ini dilakuan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik.
  • Tes Petik Kerja (work sample): Tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya. Tujuannya untuk mengetahui peserta didik sudah menguasai atau terampil menggunakan alat tersebut.

Dalam penilaian berbasis kelas, ketiga domain tersebbut di atas harus diperhitungkan secara seimbang dan proporsional. Untuk itu, dalam pelaksanaan penilaian berbasis kelas, guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
  1. Penilaian domain kognitif dilakukan setelah peserta didik mempelajari satu kompetensi dasar yang harus dicapai, akhir dari semester, dan jenjang satuan pendidikan.
  2. Penilaian domain afektif dilakukan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas.
  3. Penilain domain psikomotor dilakukan selama berlangsungnya proses kegiatan pembelajaran.
Dalam proses belajar-mengajar disekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih domain jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian tidak berarti penilaian afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tidak perlu dilakukan penilaian.
  1. Hambatan-Hambatan dalam Belajar

Dalam kegiatan belajar, siswalah yang memegang peranan penting. Dalam proses belajar ditemukan tiga tahap penting, yaitu (1) Sebelum belajar. Hal yang berpengaruh pada belajar, menurut Biggs & Telfer dan Winkel (dalam Dimyati dan Mudjiono 2009 : 238) adalah ciri khas pribadi, minat, kecakapan, pengalaman, dan keinginan belajar. Hal-hal sebelum terjadi belajar tersebut merupakan keadaan awal; keadaan awal tersebut diharapkan mendorong terjadinya belajar. (2) Proses belajar, yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri. Kegiatan atau proses belajar ini terpengaruh oleh sikap, motivasi, konsentrasi, mengolah, menyimpan, menggali, dan unjuk berprestasi. (3) Sesudah belajar, merupakan tahap untuk prestasi hasil belajar. (4) Proses belajar, merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman yang lain. Proses belajar ini tertuju pada bahan belajar dan sumber belajar yang diprogramkan guru. (5) Proses belajar yang berhubungan dengan bahan belajar tersebut, dapat diamati oleh guru, dan umumnya dikenal sebagai aktivitas belajar siswa.  
Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa. Dalam usaha pembelajaran siswa, maka guru melakukan (6) pengorganisasian belajar, (7) penyajian bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu dan (8) melakukan evaluasi hasil belajar. Dipandang dari segi siswa maka guru dengan usaha pembelajaran tersebut merupakan faktor eksternal dari belajar.
Proses belajar merupakan kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak belajar dengan baik.
  • Faktor Internal
  1. Sikap terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika menolak ikut ulangan di kelas lain. Siswa tersebut bersikap menolak ulangan karena ujian ulang di kelas lain. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada pengembangan kepribadian. Oleh karena itu, ada baiknya siswa mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
  1. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar.
  1. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker (dalam Dimyati dan Mudjiono 2009 : 239), kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan selama beberapa menit.
  1. Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai kesenian, serta keterampilan mental dan jasmani. Cara pemerolehan ajaran berupa cara-cara belajar sesuatu, seperti bagaimana menggunakan kamus, daftar logaritma, atau rumus matematika.
  1. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar dapat dilupakan. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa.
  1. Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud (i) transfer belajar atau (ii) unjuk prestasi belajar.
  1. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar.
  1. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapt timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh kemampuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
  1. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Monks & Knoers, Siti Rahayu Haditono) dalam dalam Dimyati dan Mudjiono (2009 : 245) intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
  1. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut Antara lain berupa (i) belajar pada akhir semester, (ii) belajar tidak teratur, (iii) menyia-nyiakan kesempatan belajar, (iv) bersekolah hanya untuk bergengsi, (v) datang terlambat bergaya pemimpin, (vi) bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan (vii) bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
  1. Cita-Cita Siswa
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik. Tetapi adakalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berperilaku ikut-ikutan. Sebagai ilustrasi, siswa ikut-ikutan berkelahi, merokok sebagai tanda jantan, atau berbuat “jagoan” dengan melawan aturan. Dengan perilaku tersebut, siswa beranggapan bahwa ia telah “menempuh” perjalanan mencapai cita-cita untuk terkenal di lingkungan siswa sekota.
  • Faktor Eksternal
  1. Guru sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah.
  1. Prasarana dan Sarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Dalam hal ini siswa belajar memelihara kebaikan fasilitas umum dalam masyarakat.
  1. Kebijakan Penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai dating dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
  1. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan social siswa. Dalam lingkungan social tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan tertentu. Sebagai ilustrasi, seorang siswa dapat menjabat sebagai pengurus kelas, sebagai ketua kelas, sebagai ketua OSIS di sekolahnya, sebagai pengurus OSIS di sekolah-sekolah di kotanya, tingkat provinsi, atau tingkat nasional.
Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan.
  1. Kurikulum Sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyarakat. Kemajuan masyarakat didasarkan suatu rencana pembangunan lima tahunan yang diberlakukan oleh pemerintah. Dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, timbul tuntutan kebutuhan baru, dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi.

BAB III

PEMBAHASAN


  1. Aspek-Aspek Belajar

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
  1. Ranah Kognitif
Ranah psikologi siswa yang paling utama adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini merupakan sumber sekaligus pengendali dari ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah Psikomotor (karsa). Jadi, tidak seperti organ-organ tubuh lainnya, organ otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga menjadi menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan. Sebagai menara pengontrol, otak selalu bekerja siang dan malam. Adanya kerusakan pada otak maka akan mengakibatkan kehilangan fungsi kognitif, dan tanpa adanya fungsi kognitif maka martabat manusia tidak akan jauh beda dengan hewan. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis dan evaluasi.  Kedua aspek utama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Selanjutnya perkembangan dan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu itu menurut Loree (dalam Makmun 1998 : 72), dapat dideskripsikan dengan dua cara yaitu secara kuantitatif dan kualitatif.
  1. Perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif
Perkembangan fungsi-fungsi kognitif seseorang dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tes intelegensia melalui hasil studi longitudialnya Bloom, bahwa dengan berpatokan kepada hasil tes IQ pada usia 17 tahun dari sekelompok subyek, maka kita dapat membandingkan dengan hasil-hasil test IQ dari masa-masa sebelumnya yang ditempuh oleh subyek yang sama. Berikut adalah persentase perkembangan taraf kematangan dan kesempurnaan subyek tersebut sebagai berikut:
Usia          1 tahun           berkembang sampai sekitar 20%-nya;
Usia          4 tahun           sekitar 50%-nya;
Usia          8 tahun           sekitar 80%-nya;
Usia          13 tahun         sekitar 92%-nya;
  1. Perkembangan perilaku kognitif secara kualitatif
Usman (2003 : 34) mengklasifikasikan tujuan kognitif atas enam bagian, yaitu sebagai berikut:
  1. Ingatan / recall.
Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
  1. Pemahaman. Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi.aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang rendah.
  2. Penerapan. Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
  3. Analisis. Mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktro penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
  4. Sintesis. Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponenkomponen sehingga membentuk suatu pola srtuktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berpikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
  5. Evaluasi. Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
Namun proses perkembangan perilaku kognitif tidak selamanya dapat berjalan mulus, karena ada beberapa faktor yang bisa menimbulkan gangguan kognitif seorang anak, diantaranya yang berhubungan dengan kelainannya sendiri dan kurangnya pengalaman akibat latar belakang anak berkelainan. Misalnya: cacat tubuh, tuli dan hambatan perkembangan tubuh membawa pengalamannya kurang bertambah, kurang diperkaya dari kebudayaan yang ada dilingkungannya, dalam keluarga yang diperhatikan atau bahkan terlalu dilindungi.

  1. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, atau internalisasi.
Usman (2003 : 36) membagi klasifikasi tujuan afektif ke dalam lima kategori yaitu:
  1. Penerimaan. Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respons terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan hasil belajar terendah dalam domain afektif.
  2. Pemberian Respons. Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik.
  3. Penilaian. Mengacu pada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.
  4. Pengorganisasian. Mengacu pada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nila internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
  5. Karakterisasi. Mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.
  1. Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerak refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif. Menurut Syah (2003 : 54) kecakapan psikomotor seorang anak tidak terlepas dari kecakapan kognitif dan juga banyak terikat dengan kecakapan afektif. Karena keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap ranah perkembangan ranah psikomotorik.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar, diantara ketiga ranah itu, ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

  1. Hambatan-Hambatan dalam Belajar

Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa, yaitu:
  1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap cara belajar seseorang. Yang termasuk faktor internal itu adalah faktor kesehatan, cacat tubuh, inteligensi, perhatian, bakat, minat dan motivasi yang akan dijelaskan sebagai berikut :
  1. Faktor Kesehatan
Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap kondisi belajarnya, siswa yang kurang sehat, keadaan fisiknya lemah, gangguan kesehatan lainnya, tidak dapat berkonsentrasi dalam belajarnya, sehingga hal ini bisa mengakibatkan materi pelajaran sukar untuk diterima dengan baik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Winarno Surakhmad bahwa "kelesuan dan kebosanan mengakibatkan manusia kehilangan minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu".
  1. Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah salah satu hal yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna terhadap tubuh atau badan, kadang cacat tubuh juga mempunyai pengaruh terhadap belajar karena siswa yang mengalami cacat tubuh, cara belajarnya terganggu. Jika hal ini terjadi hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatan tersebut.
  1. Inteligensi
Menurut Wechler (dalam Dimyati dan Mudjiono 2009 : 145) bahwa: "Inteligensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien."
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar dalam situasi yang sama dan merupakan suatu aspek yang dapat menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. Siswa yang mempunyai inteligensi yang tinggi akan dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi dan secara potensial dapat meraih prestasi dalam usaha belajar yang dilakukan dari pada siswa yang mempunyai inteligensi yang rendah. Walaupun demikian tingkat inteligensi yang tinggi belum tentu berhasil dalam belajar, hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya.
  1. Perhatian
Perhatian merupakan faktor yang berpangaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, apabila seorang siswa memiliki perhatian penuh terhadap apa yang dipelajarinya maka hal tersebut dapat mendukung hasil belajar yang baik sebaliknya jika siswa tidak memiliki perhatian terhadap apa yang dipelajarinya, maka dapat menimbulkan kebosanan, kemalasan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar.
  1. Bakat
Bakat merupakan salah satu potensi yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang pada suatu aktivitas. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda dengan orang lain dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Bakat seseorang itu dipengarhi konstitusi karakternya, bahkan ada kalanya bakat itu dibangun oleh karakternya. Bakat itu sendiri sifatnya hereditas, artinya telah dibawa sejak lahir, dan merupakan kecakapan yang khusus, yang sedikit sekali dipengaruhi oleh pengalaman.
  1. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap proses belajar, bila bahan pelajaran yang disajikan atau diberikan tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tersebut tidak dapat berkonsentrasi dengan sebaik-baiknya, karena tidak mempunyai daya tarik.
  1. Motivasi
Motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu seperti pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Motivasi yang berasal dari dalam diri (intrinsik) yaitu dorongan yang datang dari hati sanubari, umumnya karena kesadaran akan pentingnya seesuatu. Atau dapat juga karena dorongan bakat apabila ada kesesuaian dengan bidang yang dipelajari. Motivasi yang berasal dari luar diri (lingkungan), misalnya dari orang tua, guru, teman-teman dan anggota masyarakat. Seseorang yang belajar motivasi yang kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah dan semangat. Sebaliknya, belajar dengan motivasi yang lemah, akan malas dan bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pelajaran. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilannya. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita.

  1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar seseorang yang dapat mempengaruhi belajar, Slameto mengemukakan:
Faktor yang mempengaruhi belajar siswa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dalam kelas ataupun diluar kelas sebagai faktor yang berasal dari luar diri dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat.
Faktor-faktor tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh Slameto (1995 : 60) adalah sebagai berikut :
  1. Faktor keluarga
Sebagai orang tua yang bertanggung jawab atas masa depan perkembangan anak-anaknya sudah sewajarnyalah mengatur hal-hal yang dapat meningkatkan keberhasilan belajar anak-anaknya. Dengan mengetahinya akan mudahlah orang tua untuk menciptakan situasi dan kondisi yang dapat memberikan motivasi kepada anak-anaknya tentang hal-hal yang baik. Sebab kebanyakan anak akan memperhatikan hal-hal yang baik haruslah melakukan hal-hal yang baik pula. Pengaruh keluarga meliputi beberapa faktor, yaitu:
  1. Cara orang tua mendidik
Orang tua adalah orang yang pertama dan utama dimana anak-anak memperoleh pendidikan, mulai dari lahirnya, bahkan sejak dalam kandungan anak itu sudah diberikan pendidikan oleh orang tua. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar anak. Oleh karena itu keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya karena acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anak dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain, yang kesemuanya itu dapat menyebabkan anak kurang/tidak berhasil dalam belajarnya. Lagi pula mendidik anak dengan cara memanjakan adalah cara mendidik yang kurang baik.
  1. Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan keberhasilan belajar anak-anak yang sedang belajar. Selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makan, perlindungan, kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar dan fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak tidak terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu. Akibatnya yang lain, anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan temannya. Hal ini sangat mengganggu belajar anak. Bahkan terkadang anak harus bekerja keras mencari nafkah guna membantu orang tuanya walaupun sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja. Justru dengan keadaan tersebut menjadi cambuk baginya untuk belajar lebih giat dan akhirnya menjadi sukses dalam belajar.
  1. Latar belakang pendidikan
Makin tinggi pendidikan orang tua, makin tinggi pula kesadaran akan pentingnya pendidikan anak-anaknya. Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan mudah pula untuk membagi pengalaman belajarnya terhadap anak-anaknya.

  1. Faktor Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang besar pengaruhnya terhadap hasil belajar anak. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, keadaan gedung dan metode belajar.
  1. Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam mengajar. Menurut Oemar (2002 : 58), mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan kepada anak untuk melakukan proses belajar secara efektif.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa metode mengajar itu mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu akan terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan aau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar.
  1. Kurikulum
Hilda Taba (dalam Ahmad, 1998 : 4) mengemukakan tentang pengertian kurikulum sebagai berikut :
Kurikulum adalah pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang besifat umum dan khas dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Jelasnya bahwa kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat menunjang keberhasilan belajar itu sendiri. Oleh karena itu kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik pula terhadap belajar. Kurikulum yang tidak baik itu misalnya, kurikulum yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa. Perlu diingat bahwa sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani siswa belajar secara individual.
  1. Relasi guru dengan siswa
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses belajar itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya. Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan meyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha untuk mempelajari sebaik-baiknya. Hal itu dapat terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya maka ia akan malas untuk mengikuti pelajaran yang diberikan akibatnya pelajarannya tidak maju.
  1. Relasi siswa dengan siswa
Guru yang kurang mendekati siswa akan kurang bijaksana, tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing siswa tidak tampak. Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sering mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan akan mengganggu belajarnya. Lebih-lebih lagi ia menjadi malas untuk masuk sekolah dengan berbagai alasan yang tidak jelas karena di sekolah mengalami perlakuan yang kurang menyenangkan dari teman-temannya. Jika hal itu terjadi, segeralah siswa diberi pelayanan bimbingan dan penyuluhan agar ia dapat diterima kembali ke dalam kelompoknya.
  1. Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/ karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain. Kedisiplinan sekolah dalam mengeola seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan tim BP dalam pelayanannya kepada siswa.
Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin di dalam belajar baik di sekolah, di rumah dan di perpustakaan. Agar siswa disiplin haruslah guru beserta staf yang lain disiplin pula.
  1. Alat pelajaran
Alat pelajaran erat kaitannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar, dipakai pula siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasianya, maka  belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju.
  1. Keadaan gedung
Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan baik, kalau kelas itu tidak memadai bagi setiap siswa. Oleh karena itu, keadaan gedung sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan siswa dalam belajar.
  1. Metode mengajar
Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat dan efektif maka hasil belajar pun akan maksimal. Juga di dalam pembagian waktu belajar, kadang-kadang siswa belajar tidak teratur atau terus menerus, karena besok akan tes. Dengan belajar demikian siswa akan kurang istirahat, maka akibatnya siswa dapat jatuh sakit. Belajar secara teratur itu sangat perlu. Belajar teratur setiap hari dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.

  1. Faktor lingkungan masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat.  Pada uraian berikut ini penulis membahas tentang kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat yang semuanya mempengaruhi belajar.
  1. Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan peribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyaraakt yang terlalu banyak, misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
  1. Media masa
Yang termasuk dalam media masa adalah bioskop, radio, televisi, surat kabar, majalah, buku-buku dan lain-lain. Semuanya itu ada beredar dalam masyarakat. Media masa yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Sebagai contoh, siswa yang suka nonton film atau membaca cerita-cerita detektif, pergaulan bebas, percabulan, akan cenderung untuk berbuat seperti tokoh yang dikagumi dalam cerita itu, karena pengaruh dari jalan ceritanya. Jika tidak ada kontrol dan pembinaan dari orang tua (bahkan pendidik), pastilah semangat belajarnya menurun dan bahkan mundur sama sekali. Maka perlulah kiranya siswa mendapat bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
  1. Teman bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siwa lebih cepat masuk dalam jiwanya dari pada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga. Teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, keluyuran, pecandu rokok, senang menonton film porno, minum-minum lebih-lebih teman bergaul lawan jenis yang amoral, pemabuk dan lain-lain, pastilah akan menyeret siswa ke tempat bahaya dan pastilah belajarnya jadi berantarakan.
Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana (jangan terlalu ketat tetapi juga jangan tertalu lemah).
  1. Bentuk kehidupan masyarakat
Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek kepada siswa yang berada di situ. Siswa tertarik untuk ikut beruat seperti apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Akibatnya belajarnya terganggu dan bahkan siswa kehilangan semangat belajar karena perhatiannya semula terpusat kepada pelajaran berpindah ke perbuatan-perbuatan yang selalu dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya yang tidak baik tadi. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang-orang yang terpelajar yang baik-baik, mereka mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya, antusias dengan cita-cita yang luhur akan masa depan anaknya, siswa terpengaruh juga ke hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di lingkungannya. Pengaruh itu dapat mendorong semangat siswa untuk belajar lebih giat lagi.
Dengan demikian masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar siswa, demikian pula siswa akan menjadi anggota bermacam-macam golongan dalam masyarakat. Masyarakat menurut Ahmadi (1997 : 97) adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.

BAB IV

PENUTUP


  1. Simpulan

Penilaian hasil belajar mengisyaratkan hasil belajar sebagai program objek yang menjadi sasaran penilaian. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional. Hal ini adalah karena isi rumusan tujuan instruksional menggambarkan hasil belajr yang harus dikuasi siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menelesikan kemampuan belajarnya.hasil belajar sebagai objek penilaian dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, antar lain keterampilan atau menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil belajar sebagai objek penelitian dapat dibedakan kedalam beberapa kategori antara lain keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Kategori yang banyak digunakan dibagi menjadi tiga ranah yakni kognitif, afektif dan psikomotoris, masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan.
Interaksi belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dengan guru sebagai pembelajaran dapat menimbulkan masalah-masalah belajar dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan masalah-masalah internal belajar. Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada belajar yang belajar maka akan muncul faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya belajar. Faktor internal yang dialami dan dihayati oleh siswa meliputi hal seperti sikap terhadap belajar, motivasi belajar, kemampuan peroleh hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, dan cita-cita siswa. Faktor-faktor internal ini akan menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat mengasilkan hasil belajar yang lebih baik.
Faktor-faktor eksternal belajar meliputi hal-hal sebagai berikut guru sebagai Pembina belajar, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah. Dari sisi guru sebagai pembelajaran maka peran guru dalam mengatasi masalah-maslah eksternal belajar merupakan prasyarat terlaksananya siswa dapat belajar.
Guru sebagai pembelajaran memiliki kewajiban mencari, menemukan, dan diharapkan memecahkan masalah-masalah belajar siswa. Dalam pencarian dan penemuan masalah-masalah tersebut dapat melakukan langkah-langkah berupa pengamatan perilaku belajar, analisis hasil belajar, dan melakukan tes hasil belajar. Dengan langkah-langkah tersebut guru memperoleh peluang menghimpun data siswa berkenaan dengan proses belajar dan hasil belajar. Sebab guru profesional, diharapkan guru memilki kemampuan melakuan penelitian secara sederhana agar dapat menemukan masalah-masalah belajar dan memecahkan masalah belajar.

  1. Saran

Salah satu komponen penting yang juga merupakan tugas profesional seorang guru dalam pembelajaran ialah menjalankan aspek-aspek pembelajaran. Ketiga aspek tersebut dapat dijadikan sebagai objek penilaian hasil belajar. Sebagai tenaga pendidik, sebaiknya kita harus memahami karakter setiap siswa serta memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik agar pembelajaran berjalan dengan lancer. Kita pun perlu memperhatikan masalah-masalah yang timbul pada siswa agar komunikasi antara guru dengan siswa berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta: Jakarta.
Ahmad, M.  dkk. 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Uptake Setia.
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Makmun, Abin Syamsuddin. 1998. Psikologi Pendidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar-Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2003. Menjadi Guru Professional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar