Sabtu, 31 Desember 2016
4 Pertanyaan Immanuel Kant
Jumat, 09 Desember 2016
Kesimpulan Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Etika
Ingin merubahnya atau tidak?
Bagaimana Mengubah Lingkungan Etika?
Evaluasi Dari Lingkungan Etika
Perubahan Dalam Lingkungan Etika
Kehadiran Lingkungan Etika
Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Etika
Kebajikan dan Psikologi Situasi
Etika Lingkungan Dalam Pengembangan Kebajikan
Pentingnya Etika Nilai Di Lingkungan Pendidikan
Ide Pendidikan Sebagai Bagian Dari Etika Lingkungan
Tujuan Sosial dan Individual
Mengetahui Kompleksitas Lingkungan Etika
Etika Pengajaran Pemikiran
Konsepsi Nilai Pendidikan
Apasaja Konstituen Dari Lingkungan Etika Global
Budaya Sekolah
Dimensi Budaya
Kebudayaan
Interpretasi dan Ketidaksepakatan
Kesimpulan Keragaman Etika Lingkungan
Konstituen Etika Lingkungan
Etika Manusia
Keragaman Etika Lingkungan
Interaksi Pendidikan dan Etika Lingkungan
Perbedaan Lingkungan dan Iklim
Point diskusi sekarang mengikuti perbedaan gambaran yang tidak jelas antara lingkungan dan iklim. Hubungan fisik lingkungan kami dapat mengatakan bahwa iklim merupakan satu-satunya bagian atau satu-satunya aspek dalam lingkungan. tidak semua perubahan lingkungan adalah perhatian tentang iklim.
Didalam lingkup etika, cuaca membuat sebuah perbedaan antara lingkungan dan iklim merupakan sebuah pertanyaan cuaca disana yang sedikit berguna, kami mendapatkan tanda dari perbedaan masa, mungkin lingkungan yang layak mencakup keseluruhan jarak ide dapat mengenai berpikir etis kami dan tersedia untuk kami: ide-ide untuk berbicara, “kami disana” didalam lingkungan, apakah atau bukan mereka beristimewa yang paling menarik perhatian khusus individu atau komunitas. Tetapi sebuah iklim mnejadi ise, misalnya Blackburn menggunakan istilah, dengan jelas tidak hanya sebuah ide, ini adalah sebuah fakta sambungan dengan ide. Membuat keterangan hubungan anatara satu ide dengan lainnya. Kekuatan kami mencoba, kemudian menggunakan istilah “etika lingkungan” didalam pengertian yang luas. Untuk mencakup semua ide tersedia untuk yang bersangkutan, kami berfikir tentang bagaimana untuk hidup, dan istilah “etika iklim” untuk menyerahkan kebeberapa kecenderungan atau pola ide didalam sebuah keterangan dunia atau yang paling menarik perhatian untuk sebuah keterangan perhatian manusia (Dalam lingkngan, dapat satu pemberitahuan perubahan iklim atau pemberitahuan perbedaan iklim di daerah lain). Tetapi kesulitan seperti berikut menggunakan secara konsisten, dengan adanya pembatas maka daapt menyebabkan masalah, agaknya manfaat lebih sulit diperoleh. Jadi sudah menyebutkan, sebuah manfaat dalam istilah “lingkungan” memungkinkan kami untuk konsisten mengenai suatu lingkungan dengan lingkungan lain
Kesimpulan:
Blakburn mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang jelas mengenai Lingkungan dan iklim. Dalam konteks lingkungan, iklim adalah suatu kondisi rata-rata cuaca pada suatu daerah sedangkan lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk didalamnya manusia dan aktifitasnya yang mempengaruhi kelangsungan hidup.
Tetapi Blakburn menggunakan beberapa istilah untuk memberikan arti secara luas mengenai lingkungan dan iklim, seperti menggunakan istilah “Etika Lingkungan” yang dapat mencakup beberapa ide mengenai lingkungan serta menggunakan istilah “Etika Iklim” yang mencakup beberapa ide mengenai iklim. Sehingga dapat menarik perhatian masyarakat luas agar lebih memperhatikan keadaan lingkungan serta iklim di daerahnya. (Dalam lingkungan, manusia akan melihat iklim yang berubah-ubah atau melihat perbedaan iklim disetiap daerah).
Dengan menjaga lingkungan, manfaat yang diperoleh akan lebih besar daripada hasil yang diberikan. Seperti yang telah disebutkan, manfaatnya pun menjaga iklim didaerah tersebut. Blakburn mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang jelas mengenai lingkungan dan iklim, karena iklim merupakan salah satu bagian dari lingkungan.
Dengan memperhatikan keadaan lingkungan dan iklim didaerahnya, masyarakat akan mengerti bahwa pentingnya menjaga lingkungan dan iklim serta mengetahui manfaat menjaga lingkungan, Karena lingkungan sangat mempengaruhi iklim di daerah tersebut.
Dalam kasus fisik,Keadaan lingkungan dan iklim disuatu daerah berbeda-beda seperti halnya di Gurun Sahara (Afrika), kondisi di Amerika Serikat dan Amerika Tengah, Asia Himalaya, dan sebagainya. Dengan melihat kondisi lingkungan dan iklim di daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa pentingnya menjaga lingkungan untuk kepentingan menyeluruh (Global).
Dengan mengikuti pola yang sama dalam menggunakan gagasan "Etika Lingkungan". Kita dapat membedakan etika lingkungan yang berbeda-beda. Misalnya Lingkungan etis Jerman pada awal abad XXI, sangat berbeda dari apa itu di akhir 1930-an.
Perbedaan Moral dan Etika
Banyak orang akan menemukan kejanggalan dalam menggunakan "moral 'dan' etika 'secara bergantian. Disisi lain akan berpendapat bahwa itu membuat kejelasan dalam kami berpikir untuk mengakui bahwa apa yang kita sebut 'moralitas' tidak menguras masalah etika dan kepentingan. Dengan kata lain, moralitas mungkin hanya bagian dari etika lingkungan. Karena ada kemungkinan bahwa 'lingkungan moral "mungkin menyampaikan sesuatu yang berbeda dari' etika lingkungan ', hanya istilah kedua akan digunakan di sini.
Kesimpulan:
Disisi lain akan berpendapat bahwa itu membuat kejelasan dalam kami berpikir untuk mengakui bahwa apa yang kita sebut 'moralitas' tidak menguras masalah etika dan kepentingan. Dengan kata lain, moralitas mungkin hanya bagian dari etika lingkungan. Karena ada kemungkinan bahwa 'lingkungan moral "mungkin menyampaikan sesuatu yang berbeda dari' etika lingkungan ', hanya istilah kedua akan digunakan di sini.
Apa itu Etika Lingkungan?
Dalam kasus, jika kami diminta untuk menggambarkan etika lingkungan di mana mereka hidup, kita harus menyebutkan kurangnya kepedulian mereka terhadap orang lain, kecenderungan mereka menertawakan kemalangan orang lain; tetapi akan menyesatkan lagi semua ini mengacu pada kekerasan yang dikenakan lingkungan fisik mereka. Namun demikian, mungkin akan lebih jelas jika kita berkonsentrasi pada ide-ide ketika berbicara tentang etika lingkungan. Blackburn berbicara tentang iklim 'Ide-ide tentang bagaimana untuk hidup'.
Dalam beberapa kasus, kita dapat melihat bagaimana iklim ini telah dipengaruhi oleh lingkungan fisik, tetapi ada kasus lain di mana etika lingkungan tertentu muncul sebagian besar bebas dari fisik. Misalnya Blackburn: Nazi. Pikiran dan tindakan Nazi di Jerman pada 1930-an, yang mengarah ke Perang Dunia Kedua dan Holocaust khususnya, telah menjadi bagian dari pengetahuan umum (meskipun seberapa jauh mereka terus begitu setidaknya sebagian menjadi pertanyaan pendidikan). Hitler sebagai personifikasi kejahatan, dan Nazisme sebagai doktrin jahat, telah menjadi bagian dari saham didalam perdagangan mereka yang membahas masalah-masalah etika. Dengan kata lain, kesadaran yang mengerikan Nazisme telah menjadi bagian dari etika lingukungan kontemporer kita. Tapi untuk saat ini fokus kami adalah tidak pada etika lingkungan kita saat ini, tapi pada 1930-an Jerman. Hal ini secara luas diakui bahwa apa yang terjadi di sana tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh pengaruh satu orang atau bahkan satu doktrin.
Kita hampir tidak bisa menghindari bertanya apa itu tentang iklim ide pada waktu itu yang memungkinkan untuk itu orang dan doktrin mendapatkan begitu banyak kekuasaan. Blackburn menyusun beberapa unsur iklim, termasuk gambar kemurnian ras, takut ancaman dianggap kemurnian, visi takdir nasional, dan banyak lagi. Jadi Hitler mampu berkuasa karena orang berhenti untuk berpikir. Sebaliknya, 'Hitler bisa berkuasa hanya karena orang tidak berpikir - tapi pemikiran mereka diracuni oleh iklim yang membungkus ide, banyak yang mungkin bahkan tidak sadar' (Blackburn 2001: 3).
Lingkungan politik dan ekonomi dari Jerman pada tahun-tahun setelah Perang Dunia Pertama yang jauh lebih langsung terlibat dalam kebangkitan Nazisme. Namun, bahkan dalam hal ini lingkungan fisik mungkin memiliki pengaruh. Glover (1999), yang mengabdikan beberapa bab untuk menganalisis, pada dasarnya, etika lingkungan di mana Nazisme berkembang, menyebutkan pentingnya ideologi Nazi dari tempat. Tapi tentu saja tidak, pengalaman hidup berhari-hari di hutan dan hutan yang memiliki efek; kebanyakan orang Jerman di tahun 1930-an tidak hidup di antara pohon-pohon.
Dalam buku ini, fokus akan pada ide-ide, tetapi kita harus ingat bahwa seluruh ide-ide tidak hanya ada di kepala individu. Ide, termasuk berbagai tentang apa yang diinginkan atau tidak diinginkan, baik atau buruk, dapat diwujudkan dalam lembaga dan praktik dari berbagai jenis manusia. Hal ini setidaknya dipermasalahkan, bahwa nilai-nilai tidak memiliki keberadaan secara independen dari praktek manusia di mana mereka diwujudkan (Raz 2003).
Apakah hanya berbagai ide-ide yang harus kita lihat sebagai pembentuk lingkungan etis? Ide- ide mereka yang mempengaruhi pandangan orang tentang apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, tentang cara hidup yang terbaik, dan sebagainya. Kita tidak dapat menempatkan pembatasan yang jelas sekitar sejumlah gagasan yang merupakan etika lingkungan. Yang paling jelas adalah ide-ide langsung tentang perilaku dan tentang evaluasi orang atau cara hidup: sehingga pengertian seperti 'benar' dan 'salah', 'baik' dan 'buruk' akan dihitung sebagai bagian dari etika lingkungan, dan interpretasi tertentu memakai istilah tersebut dapat menjadi bagian dari apa yang dimaksud etika lingkungan tersebut. Sebaliknya, hal itu mungkin tampak jelas bahwa ada beberapa ide yang tidak ada hubungannya dengan etika: ide, misalnya, dalam ilmu. Tapi sementara mungkin ada cara di mana ilmu pengetahuan dapat bernilai, itu tidak berarti bahwa ide-ide ilmiah tidak dapat mempengaruhi cara orang berpikir tentang bagaimana hidup dan tentang apa yang diterima.
Bahkan ide tentang asal-usul alam semesta, ternyata jauh dari pertanyaan tentang perilaku manusia, dapat mempengaruhi pemikiran etis masyarakat. Oleh karena itu tidak ada nilai selain dari apa yang manusia fikirkan untuk diri mereka sendiri; tidak ada tujuan atau mengikat tentang salah satu nilai-nilai kita. Saat ini ada beberapa kesenjangan yang besar dalam argumen yang kuat, itu masih mungkin dikenali sebagai bagian dari jenis tertentu. Apakah itu adalah argumen yang baik atau tidak, itu bisa menjadi bagian dari lingkungan etis kita, karena lingkungan yang dapat berisi argumen buruk dan palsu serta argumen yang baik dan klaim benar. Bahwa hal itu mungkin sulit untuk memikirkan ide-ide yang isinya sangat tidak berhubungan dengan kehidupan manusia bahwa mereka tidak dapat memiliki bantalan pada pemikiran etis. Tidak mungkin, kemudian, untuk menempatkan batasan yang tajam di sekitar kisaran ide yang mungkin dihitung sebagai bagian dari etika lingkungan. Cara kita berbicara tentang lingkungan fisik dapat membantu untuk menggambarkan hal ini.
Kita tahu cukup baik untuk tujuan praktis apa yang kita maksud ketika kita mengungkapkan keprihatinan tentang 'lingkungan': pemanasan global, kerusakan lapisan ozon dan sebagainya. Tapi apa yang dianggap sebagai bagian dari lingkungan fisik? Mengingat bahwa itu harus mencakup, tidak hanya lingkungan alam, tetapi juga barang-barang yang telah diproduksi atau diubah oleh manusia (kota, sistem transportasi, sampah, limbah panas, dan lain-lain) mungkin sulit untuk memikirkan apa pun yang merupakan objek material atau yang melibatkan proses fisik yang tidak bisa dihitung sebagai bagian dari 'lingkungan'. Namun demikian, setidaknya dalam konteks tertentu diskusi dan tujuan tertentu yang diberikan, kita dapat memiliki rasa yang bisa diterapkan untuk memulihkan sebagai aspek penting dari lingkungan. Demikian pula, sementara hampir semua ide, cara berpikir bisa menjadi bagian dari lingkungan etis, yang tidak menghentikan kita membedakan aspek-aspek tertentu dari dunia manusia yang sangat menonjol, mungkin pada waktu tertentu atau di tempat tertentu, untuk pemikiran kita tentang 'bagaimana hidup'.
Kesimpulan:
Blackburn berbicara tentang iklim 'Ide-ide tentang bagaimana untuk hidup'. Dalam beberapa kasus, kita dapat melihat bagaimana iklim ini telah dipengaruhi oleh lingkungan fisik, tetapi ada kasus lain di mana etika limgkungan tertentu muncul sebagian besar bebas dari fisik. Kita tidak dapat menempatkan pembatasan yang jelas sekitar sejumlah gagasan yang merupakan etika lingkungan. Yang paling jelas adalah ide-ide langsung tentang perilaku dan tentang evaluasi orang atau cara hidup: sehingga pengertian seperti 'benar' dan 'salah', 'baik' dan 'buruk' akan dihitung sebagai bagian dari etika lingkungan , dan interpretasi tertentu memakai istilah tersebut dapat menjadi bagian dari apa yang dimaksud etika lingkungan tersebut. Sebaliknya, hal itu mungkin tampak jelas bahwa ada beberapa ide yang tidak ada hubungannya dengan etika: ide, misalnya, dalam ilmu.
Tapi sementara mungkin ada cara di mana ilmu pengetahuan dapat bernilai, itu tidak berarti bahwa ide-ide ilmiah tidak dapat mempengaruhi cara orang berpikir tentang bagaimana hidup dan tentang apa yang diterima. Bahkan ide tentang asal-usul alam semesta, ternyata jauh dari pertanyaan tentang perilaku manusia, dapat mempengaruhi pemikiran etis masyarakat. Oleh karena itu tidak ada nilai selain dari apa yang manusia fikirkan untuk diri mereka sendiri; tidak ada tujuan atau mengikat tentang salah satu nilai-nilai kita. Saat ini ada beberapa kesenjangan yang besar dalam argumen yang kuat, itu masih mungkin dikenali sebagai bagian dari jenis tertentu.
Pengaruh Etika Lingkungan Fisik
Orang merespon perubahan dalam lingkungan fisik (alami dan manusiawi dibangun atau diubah) dengan secara luas diakui sebagai moral atau etika, bahkan sebelum diskusi lebih lanjut tentang apa istilah tersebut. Keprihatinan terbaru tentang pemanasan global adalah contoh yang jelas. Jadi banyak kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari perkembangan manusia. Sekarang kita memiliki materi, 'etika lingkungan', yang tidak di akui pada abad yang lalu, termasuk daerah Barat. Hal ini tidak hanya itu pemikiran etis dapat merespon kejadian dalam lingkungan fisik. Lingkungan fisik di mana orang berada bisa membuat perbedaan pemikiran etis mereka, dengan membuat perbedaan untuk jenis kehidupan bahwa manusia menemukan layaknya memimpin atau mungkin untuk memimpin.
Dalam kondisi jauh lebih sedikit ekstrim, lingkungan fisik orang dapat membuat perbedaan pada jenis perilaku mereka diterima atau tidak dapat diterima, apa yang mereka persiapkan untuk melakukan atau tidak melakukan. Ada efek umpan balik positif (lingkungan yang sudah baik membuatnya mungkin akan memelihara lingkungan itu), dan efek umpan balik negatif (jika tempat sudah penuh dengan grafiti(coret-coretan)). Beberapa kewenangan publik mengambil efek seperti di dalam kebijakan mereka pada perilaku anti-sosial dan melanggar hukum; Ketika kepala sekolah ingin sekolah mereka menjadi rapi dan bersih, tidak hanya untuk alasan estetika.
Perbedaan Etika Lingkungan Dengan Lingkungan Yang Lainnya
Jika kita berbicara hanya dari 'lingkungan' kita biasanya mengangap baik lingkungan, atau apa yang Blackburn sebut lingkungan fisik. Lingkungan fisik lebih luas dari lingkungan alam, karena lingkungan fisik mencakup manusia. Dan dari manusia dibangun lingkungan. Lingkungan fisik, baik alam dan manusia, mempengaruhi jenis pemimpin hidup kita. Sahara Afrika adalah lingkungan yang berbeda dari Arctic Scandina dan pusat kota London, orang-orang hidup dan berperilaku berbeda dalam lingkungan yang berbeda.
Di mana etika lingkungan cocok? Pertama, perlu menyingkirkan sebuah kemungkinan kesalahpahaman tentang istilah. 'Lingkungan etika' Istilah ini seperti 'lingkungan sosial' istilah dalam kata sifat digunakan untuk memilih suatu kategori menarik, tidak untuk membuat evaluasi. Berbicara tentang lingkungan sosial adalah untuk fokus pada aspek-aspek tertentu dari lingkungan manusia. Jika kita memanggil beberapa jenis lingkungan satu tidak etis, maka kita akan membuat evaluasi negatif dalam kategori deskriptif lingkungan etika. Meskipun 'lingkungan sosial' istilah mendapat makna yang berbeda dengan istilah-istilah seperti lingkungan 'alami' atau lingkungan 'fisik'. Kita tidak memiliki kesulitan dalam mengenali lingkungan sosial anak yang lahir keluarga miskin di kota kumuh atau di luar salah satu kota terbesar di dunia berbeda dengan Lingkungan sosial dari seorang anak yang lahir dari orang tua kaya yang makmur di pinggiran kota yang sama. Bagian dari perbedaan lingkungan sosialnya adalah kasih sayang. Kasih sayang terdiri dari perbedaan faktor-faktor seperti hubungan keluarga dan harapan, dan mungkin juga dengan cara yang berbeda dari penggunakan bahasa (yang berbeda aksen atau dialek yang berbeda). Hal yang sama berlaku untuk istilah-istilah seperti 'lingkungan sekolah' atau 'lingkungan Hidup'. Ini dapat diambil untuk merujuk fitur fisik yang utama, tetapi fitur fisik yang telah dibangun atau dibawa oleh individu. Rumput, atau sampah, di tempat-tempat bermain di luar; lukisan anak-anak, atau grafiti, di dinding. 'Lingkungan sekolah' atau 'lingkungan kelas' juga mungkin dipahami sebagai aspek interaksi sosial dan harapan, bahwa 'iklim sekolah' dan 'budaya sekolah yang telah menjadi baik dalam wacana pendidikan (Prosser 1999; Glover dan Coleman 2005; McLaughlin 2005). Sebagai contoh sampah, grafiti atau lukisan menunjukkan lingkungan fisik dan sosial tidak dapat dibedakan secara tajam.
Kita sudah bisa melihat bahwa bentuk jamak, 'budaya', bentuk konotasinya adalah keunikan. Dalam menghadapi konotasi mereka, setiap mencoba untuk membangun pandangan bahwa ada rasa di mana kita semua, seluruh dunia, menghuni budaya yang sama akan segera masuk akal. Sebaliknya, Istilah 'lingkungan' membantu kita mengakui bahwa bagi etika lingkungan serta lingkungan fisik, itu masuk akal untuk mengatakan bahwa kita semua menghuni lingkungan yang sama, bahkan ketika kita mengenali perbedaan yang membawa kita untuk berbicara lingkungan yang berbeda.
Perbedaan Lingkungan Satu dengan Lingkungan Yang Lainnya
Didalam contoh fisik kami dapat setuju mengenai perbedaan seperti di Sahara Afrika, daratan di sekitar kutub utara, pusat Amerika Serikat, Himalaya di Asia, tetapi kami juga memiliki pembicaraan mengenai “lingkungan”, sekali-kali ini hanyalah cara singkat merujuk ke mana lingkungan sekitarnya sangat penting untuk kita pada saat itu. Tetapi kami dapat juga berbicara tentang lingkungan, merupakan sesuatu tunggal. Ini adalah dunia. sekarang kita tahu bahwa apa yang terjadi di salah satu bagian dari dunia (pengeluaran dari faktor misalnya kendaraan) dapat memiliki efek pada apa yang terjadi di beberapa bagian (seperti lapisan es di Antartika). Kelestarian disana tidak ada kelebihan antara satu lingkungan dengan lainnya.
Kita bisa mengikuti pola yang sama dalam menggunakan gagasan "Etika lingkungan". Kita dapat membedakan etika lingkungan yang berbeda. Misalnya Etika lingkungan di Jerman dimulai pada abad 21 sangat berbeda dari akhir tahun 1930. Perbedaan yang kami buat antara perbedaan kebudayaan dengan etika lingkunga., jadi kami akan bahas di bab berikutnya. Dalam contoh fisik, jika kasus nyata lingkungan kami mempunyai pikiran, kami dapat menyebutnya hanya sebagai “lingkungan”.
Bagaimanapun juga, membuat pengertian untuk berbicara tentang apa etika lingkungan? mungkin dapat tidak mempunyai pengertian hingga akhir, tetapi sekarang. Membuat pengertian sekarang adalah satu unsur globalisasi. Sebagai contoh, mengusulkan satu global etika lingkungan adalah tidak menyangkal semua perbedaan hidup, banyak yang membicarakan lingkungan fisik menyangkal perbedaan antara satu tempat dengan lainnya. Tetapi juga untuk menunjukkan bahwa, secara etis maupun fisik, tidak ada bagian yang akan tertutup dari semua lainnya.
Gagasan Etika Lingkungan
Menurut Simon Blackburn dalam buku “Being Good” (Blackburn, 2001:11), dalam paragraf pembukaan dia menulis:
“kita semua belajar untuk menjadi peka terhadap lingkungan fisik. Kita tahu bahwa kita bergantung pada hal itu, lingkungan telah rapuh, dan kita sendiri bisa untuk merusaknya, sehingga ketika kita merusak lingkungan, berarti kita merusak kehidupan kita sendiri, atau mungkin merusak keturunan kita. Mungkin sedikit dari kita yang mengerti terhadap apa yang kita sebut lingkungan moral atau etika. Ini adalah ide-ide tentang bagaimana untuk hidup. Hal ini menentukan apa yang kita temukan diterima atau tidak dapat diterima, mengagumkan atau hina. Hal ini menentukan konsepsi kita akan berjalan baik atau tidak, karena kita berhubungan dengan orang lain. Ini bentuk respon emosional kita, menentukan penyebab kesombongan atau rasa malu, atau marah atau rasa terima kasih, atau apa yang bisa diampuni dan apa yang tidak bisa. Ini memberi standar perilaku untuk kita. (Blackburn 2001: 11)”
Ini sudah menunjukkan pentingnya etika lingkungan. Tapi kita perlu lebih memperhatikan etika tersebut sebelum kita dapat menggunakannya dalam pendidikan. Blackburn menerangkan 'etika lingkungan' sebagai 'iklim tentang bagaimana untuk hidup'. Dia melanjutkan dalam paragraf berikutnya bahwa 'kerja lingkungan etika bisa terlihat aneh' (2001: 2), karena 'kita mungkin tidak menyadari ide kita sendiri’ (Blackburn 2001: 3). Ini adalah titik awal yang baik untuk eksplorasi lebih lanjut. Kita mungkin bertanya-tanya bagaimana kita bisa menyadari ide-ide kita. Dimana ide, jika tidak di kepala Anda? Bagaimana Anda punya ide, jika Anda tidak sadar akan hal itu?
Cara memahami ide-ide yang telah ada dan membuat perbedaan bagi kita adalah memahaminya dengan cara yang halus. Untuk memulainya, jika ide tersebut tidak ada dalam kepala Anda, mungkin ide tersebut ada di kepala orang lain, dan yang dapat mempengaruhi cara mereka berbicara dan berperilaku, yang mungkin dengan berbagai cara mempengaruhi Anda pada gilirannya. Jadi ide yang orang lain miliki bisa menjadi bagian dari lingkungan etika di mana Anda tinggal. Kedua, ide pasti bisa ada di kepala seseorang tanpa sadar.
Blackburn menjelaskan bahwa ide dalam pengertian ini adalah kecenderungan untuk menerima jalan dari pikiran dan perasaan bahwa kita mungkin tidak mengenali diri kita sendiri, atau bahkan mampu mengartikan diri kita sendiri '(Blackburn 2001: 3).
Ketiga, ide-ide tidak harus berada di kepala orang. Menulis media rekaman dan menyampaikan ide-ide. Jika masuk akal untuk mengukur ide, kita pasti bisa mengatakan bahwa ide-ide yang 'di luar sana' di perpustakaan dan di internet jauh lebih besar daripada apa yang bisa dipertahankan dalam kepala satu orang itu, dan mungkin di kepala semua orang. Jika ide-ide yang ada dalam tulisan, maka tidak ada alasan untuk membantah bahwa mereka juga bisa ada di media lain, seperti lukisan dan film.
Kamis, 08 Desember 2016
Teori dan Paradigma
Kata ‘teori” secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theorea, yang berarti melihat, theoros yang berarti pengamatan.[4] sedangkan pengertian teori menurut terminologi memiliki beberapa pengertian seperti yang dikemukakan oleh ilmuwan sebagai berikut:
Kerlinger mengemukakan bahwa teori adalah suatu kumpulan variabel yang saling berhubungan, definisi-definisi, proposisi-proposisi yang memberikan pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan mempesifikasikan relasi-relasi yang ada di antara beragam variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada”.[5]
Cooper and Schindler (2003), mengemukakan bahwa, A theory is a set systematically interrelated concepts, definition, and proposition that are advanced to explain and predict phenomena (fact). Teori adalah seperangkat konsep, defininisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Teori menurut Sugiyono adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala.[6]
Berdasarkan pengertian teori tersebut dapat kita mengemukakan bahwa teori memiliki komponen-komponen yang terdiri atas: Konsep, fakta, fenomena, defenisi, proposisi dan variabel.
Kata “paradigma” berasal dari bahasa Yunani yaitu paradeigma yang berarti contoh, tasrif, model.[7] Paradigma ini dapat pula berarti: 1. Cara memandang sesuatu, 2. Dalam ilmu pengetahuan berarti model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena yang dipandang, diperjelas, 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefenisikan suatu studi ilmiah konkret.4 Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.[8]
Menurut Nasim Butt (1996) suatu paradigma merupakan teori-teori yang berhasil secara empiris yang pada mulanya diterima dan dikembangkan dalam sebuah tradisi penelitian sampai kemudian ditumbangkan oleh paradigma yang lebih progresif secara empiris.[9]
Di dalam penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan.[10]
Menurut Husain Heriyanto paradigma adalah seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.[11]
Menurut AF. Saifuddin setiap paradigma mengandung teori-teori yang memiliki logika, prosedur metodologi dan implikasi teoritis sehingga tidak relevan bila suatu paradigma diperbandingkan apalagi dipertentangkan dengan paradigma yang lain (lihat Kuhn, 1978). Kritik terhadap suatu paradigma harus berlangsung dalam paradigma itu sendiri, tidak dari pandangan paradigma yang lain. Dalam bahasa awam, seekor ular tidak akan sama dengan seekor harimau, maka tidak beralasan untuk memperbandingkan keduanya apalagi mempertentangkan atau memperdebatkannya.[12]
Sumber:
[4] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Ed. I. ( Cet.III; Jakarta: Gramedia, 2002), h. 1097
[5]Reza A.A Wattimena, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 257
[6]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Cet.III; Bandung: Alfabeta, 2007), h. 52-54
[7]Komaruddin, Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Ed. I, (Cet.II; Jakarta: Bumi Aksara , 2002), 173
[8]Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Ed. I. ( Cet.III; Jakarta: Gramedia, 2002), h. 779
[9]Soetrisno dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan metodologi Penelitian, Ed.I.9Yogyakarta: Cv. Andi offset, 2007). h. 32
[10]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Cet.III; Bandung: Alfabeta, 2007h. 42
[11]Husain Heriyanto, M. Hum, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains,dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, (Cet; Jakarta Selatan: Teraju, 2003), h. 28.
Bagaimana Kontruk Teori?
Bangunan teori adalah abstrak dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam definisi-definisi. Konsep sebagai abstraksi dari banyak empiri yang telah ditemukan kesamaan umumnya dan kepilahannya dari yang lain atau abstraksi dengan cara menemukan sejumlah esensi pada suatu kasus, dan dilakukan berkelanjutan pada kasus-kasus lainnya, dapat dikonstruksikan lebih jauh menjadi proposisi atau pernyataan, dengan membuat kombinasi dari dua konsep atau lebih. Bangunan-bangunan teori tersebut antara lain:
1. Teori Ilmu
Teori ilmu memiliki dua kutub arti teori. Kutub pertama adalah teori sebagai hukum eksprimen muncul beragam, mulai dari hasil eksprimen tersebut meluas ke hasil observasi phisik seperti teori tentang panas bumi. Kutub kedua adalah hukum sebagai kalkulus formal dapat muncul beragam pula, mulai dari yang dekat dengan kutub pertama seperti teori sebagai eksplanasi phisik misalnya teori Galileo tentang peredaran planet pada porosnya, teori sinar memancar melengkung bila lewat medan gravitasi. Selanjutnya teori sebagai interpretasi terarah atas observasi seperti teori sosial statis dan sosial dinamis dari August Comte dan pada ujung kutub kedua adalah teori sebagai prediksi logik; dengan sifatnya berlaku umum dan diprediksikan berlaku kapan pun dahulu dan yang akan datang, seperti teori evolusi dari Darwin, teori relativitas dari Einstein[13]yang memnberikan penjelasan alternatif tentang sumber energi yang memungkinkan matahari menghasilkan energi begitu besar dalam waktu begitu lama.[14]
2. Temuan Substantif Mendasar
Temuan-temuan atas bukti empirik dapat dijadikan tesis substantif, dan diramu dengan konsep lain dapat dikonstruk menjadi teori substantif. Asumsi keberlakuan tesis substantif tersebut ada pada banyak kasus yang sama di tempat dan waktu berbeda.[15]
Temuan huruf baca hirogliph Mesir, huruf baca kanji Jepang dan Cina adalah symbol-simbol untuk benda-benda Huruf baca lebih maju tampil sebagai simbol-simbol ucapan. Angka-angka Rumawi dan Latin adalah simbol-simbol, seperti X adalah simbol dari 10, L =50, M = 100, dan seterusnya. Huruf tulis yang kita gunakan adalah huruf Latin. Jika angka ilmu pengetahuan yang kita gunakan adalah angka latin, bagaimana matematika dan ilmu eksakta lain akan dapat dikembangkan dengan huruf-huruf simbol X,L,M, dan lainnya. Angka arab yang kita gunakan dalam berilmu pengetahuan sekarang ini bukan representasi simbol, melainkan representasi placed value. Sama-sama angka 5 dengan letak berbeda, berbeda nilainya. Contoh: 5.555.55. Itu merupakan temuan teori substantif mendasar.
Demikian pula persepsi ilmuwan tentang atom, berkembang. Dari partikel terkecil, ke ditemukannya unsur radioaktif pada atom, dan diketemukannya unsur-unsur electron yang berputar mengorbit pada proton yang mempunyai kekuatan magnetik. Kemudian pada tahun 1937 diketemukan neutron, semacam proton, tetapi tidak mempunyai kekuatan magnetik. Berat neutron beragam dan inilah yang menyebabkan atom satu beda beratnya dengan atom yang lain. Temuan teori atom ini merupakan temuan ilmiah substantif mendasar.[16]
3. Hukum-hukum Keteraturan
a. Hukum Keteraturan Alam
Alam semesta ini memiliki keteraturan yang determinate. Ilmu pengetahuan alam biasa disebut hard science, karena segala proses alam yang berupa benda anorganik sampai organik dan hubungan satu dengan lainnya dapat dieksplanasikan dan diprediksikan relatif tepat. Kata relatif tepat momot dua makna: pertama, bila teori yang kita gunakan untuk membuat eksplanasi atau prediksi sudah sangat lebih baik, dan kedua, bila variabel yang ikut berperan lebih terpantau.[17] Menurut al-Kindi ketertiban alam ini, baik susunan, interaksi, relasi bagian dengan bagiannya, ketundukan suatu bagian pada bagian lainnya, dan kekukuhan strukturnya di atas landasan prinsip yang terbaik bagi proses penyatuan, perpisahan, dan muncul serta lenyapnya sesuatu dalam alam, mengindikasikan adanya pengaturan yang mantap dan kebijakan yang kukuh. Tentu ada Pengatur Yang Maha Bijaksana dibalik semua ini, yaitu Allah.[18]
b. Hukum Keteraturan Hidup Manusia
Hidup manusia itu memiliki keragaman sangat luas. Ada yang lebih suka kerja keras dan yang lain menyukai hidup santai, ada yang tampil ulet meski selalu gagal, yang lain mudah putus asa, ada yang berteguh pada prinsip dan sukses dalam hidup, yang lain berteguh pada prinsip, dan tergilas habis. Kehidupan manusia mengikuti sunnatullah, mengikuti hukum yang sifatnya indeterminate. Mampu membaca kapan harus teguh pada prinsip, kapan diam dan kapan berbicara dalam nada bagaimana, dia akan sukses beramar ma’ruf nahi mungkar. Manusia mempunyai kemampuan untuk memilih yang baik, dan menghindari yang tidak baik. Dataran baik tersebut dapat berada pada dataran kehidupan pragmatik sampai pada dataran moral human ataupun moral religious. Memilih kerja yang mempunyai prospek untuk menghidupi keluarga, merupakan kebebasan memilih manusia dengan konsekuensi ditempuhnya keteraturan sunnatullah; harus tekun bekerja dan berupaya berprestasi di dunia kerjanya. Untuk diterima kepemimpinannya, seorang pemimpin perlu berupaya menjadi shiddiq, amanah, dan maksum. Kedaan demikian berkenan dengan pemikiran Ibnu Bajjah yang membagi perbuatan manusia kepada perbuatan manusiawi, yaitu perbuatan yang didorong oleh kehendak/kemauan yang dihasilkan oleh pertimbangan pemikiran, dan perbuatan hewani yaitu perbuatan instingtif sebagaimana terdapat pada hewan, muncul karena dorongan insting dan bukan dorongan pemikiran.[19]
c. Hukum Keteraturan Rekayasa Teknologi
Keteraturan alam yang determinate, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keteraturan substantif dan ketraturan esensial. Seperti Pohon mangga golek akan berbuah mangga golek. Ketika ilmuwan berupaya menemukan esensi rasa enak pada mangga, menemukan esensi buah banyak pada mangga, dan menemukan esensi pohon mangga yang tahan penyakit, ilmuwan berupaya membuat rekayasa agar dapat diciptakan pohon mangga baru manalagi yang enak buahnya, banyak buahnya, dan pohonnya tahan penyakit, di sini nampak bahwa ilmuwan mencoba menemukan keteraturan esensial pada benda organik. Produk teknologi merupakan produk kombinasi antara pemahaman ilmuwan tentang keteraturan esensial yang determinate dengan upaya rekayasa kreatif manusia mengikuti hukum keteraturan sunnatullah.[20]
4. Konstruk Teori Model Korespondensi
Konstruk berfikir korespondensi adalah bahwa kebenaran sesuatu dibuktikan dengan cara menemukan relasi relevan dengan sesuatu yang lain. Tampilan korespondensi tersebut beragam mulai dari korelasi, kausal, kontributif, sampai mutual. Konstruk berfikir statistik kuantitatif dan juga pendekatan positifistik menggunakan cara ini.[21] (Menurut Bertand Russel suatu pernyataan benar jika materi pengetahuan yang dikandung oleh pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan/cocok) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu. Misalnya, jika ada seseorang yang mengatakan “ Ibu kota republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu benar sebab pernyataan itu sesuai dengan fakta objektif.[22]
5. Konstruk Teori Model Koherensi
Konstruk teori model koherensi merentang dari koheren dalam makna rasional sampai dalam makna moral. Konstruk koheren dalam makna rasional adalah kesesuaian sesuatu dengan skema rasional tertentu, termasuk juga kesesuaian sesuatu dengan kebenaran obyektif rasional.
Aristoteles dalam teori koherensi memberikan standar kebenaran dengan cara deduktif, yaitu kebenaran yang didasarkan pada kriteria koherensi yang dapat diungkap bahwa berdasarkan teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila kita menganggap benar bahwa “semua manusia pasti mati” adalah pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si fulan adalah seorang manusia dan si Fulan pasti mati” adalah benar pula. Sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.[23]
Konstruk berfikir koherensi kedua adalah yang dilandaskan kepada kebenaran moral dan nilai. Sesuatu dipandang sebagai benar bila sesuai dengan moral tertentu. Moral dalam maknanya yang luas menyangkut masalah: right or wrong, truth or false, justice or unfair, human or inhuman dan lainnya. Hal ini terkait dengan kehidupan budi yang terjelma dalam proses penilaian itu merupakan ciri manusia yang terpenting dalam kehidupan individu, masyarakat dan kebudayaan, sebagai makhluk yang berkelakuan.
6. Konstruk Teori Model Pragmatis
Konstruk teori model Prgmatis berupaya mengkonstruk teorinya dari kosep-konsep, pernyataan-pernyataan yang bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak; Artinya suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau implikasinya mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Kaum pragmatis berpaling pada metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang dianggap fungsional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Agama bisa dianggap benar karena memberikan ketenangan pada jiwa dan ketertiban dalam masyarakat. Para ilmuan yang menganut azas ini tetap menggunakan suatu teori tertentu selama teori itu mendatangkan manfaat.[24]
7. Konstruk Teori Iluminasi
Teori Iluminasi menurut Mehdi Ha’iri Yazdi adalah pengetahuan yang semua hubungannya berada dalam kerangka dirinya sendiri, sehingga seluruh anatomi gagasan tersebut bisa dipandang benar tanpa membutuhkan hubungan eksterior. Artinya hubungan mengetahui, dalam bentuk pengetahuan tersebut adalah hubungan swaobjek tanpa campur tangan koneksi dengan objek eksternal.[25]
Selanjutnya Iluminasi oleh Yazdi disebut sebagai ilmu hudhuri yaitu pengetahuan dengan kehadiran karena ia ditandai oleh keadaan neotic dan memiliki objek imanen yang menjadikannya pengetahuan swaobjek. Ilmu hudhuri tidak memiliki objek diluar dirinya, tetapi objek itu sendiri ada adalah objek subjektif yang ada pada dirinya. Oleh sebagian sufi, iluminasi itu adalah pengetahuan diri tentang diri yang berasal dari penyinaran dan anugerah Tuhan yang digambarkan dengan berbagai ungkapan dan keadaan. Ada yang menyebutkannya dengan terbukanya hijab antara dirinya dengan Tuhan, sehingga pengatahuan dan rahasianya dapat diketahui. Ada yang mengungkapkan dengan rasa cinta yang sangat dalam sehingga antara dia dan Tuhan tidak ada rahasia lagi. Pengetahuan Tuhan adalah pengetahuannya. Dan ada yang menyatakan dengan kesatuan kesadaran. [26]
Sumber:
[13]H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme,Post positivism, dan Post Modernisme, Ed.II. (Cet.I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001). h. 39-40
[14]Reza A.A Wattimena, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 193
[15]H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme,Post positivism, dan Post Modernisme, Ed.II. (Cet.I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001)h. 8-9
[16]H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme,Post positivism, dan Post Modernisme, Ed.II. (Cet.I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001)h. 41.
[17] H. Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme,Post positivism, dan Post Modernisme, Ed.II. (Cet.I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001)
[18]Amroeni Drajat, Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu, ( Jakarta: Erlangga, 2006), h. 16-17
[19]Amroeni Drajat, Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu, ( Jakarta: Erlangga, 2006), h. 64-65
[20]Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme,Post positivism, dan Post Modernisme, Ed.II. (Cet.I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001)h. 43.
[21]Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme,Post positivism, dan Post Modernisme, Ed.II. (Cet.I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001), h. 52
[22]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama 1, Jil.I. ( Cet. I; Pamulang Timur, Ciputat: Lolos Wacana Ilmu, 1997), h. 33
[23]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama 1, Jil.I. ( Cet. I; Pamulang Timur, Ciputat: Lolos Wacana Ilmu, 1997), h. 32
[24]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama 1, Jil.I. ( Cet. I; Pamulang Timur, Ciputat: Lolos Wacana Ilmu, 1997), h. 34
[25]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama 1, Jil.I. ( Cet. I; Pamulang Timur, Ciputat: Lolos Wacana Ilmu, 1997), h. 35-36
[26]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama 1, Jil.I. ( Cet. I; Pamulang Timur, Ciputat: Lolos Wacana Ilmu, 1997), h. 37
Bagaimana Kontruk Paradigma?
Para ilmuwan dalam kegiatan ilmiahnya membangun paradigma atas berbagai konsep, asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum dalam tatanan tertentu, menyederhanakan yang kompleks yang dapat diterima umum. Di bawah ini dikemukakan beberapa paradigma antara lain:
1. Paradigma Cartesian- Newtonian
Paradigma ini dicanangkan oleh Rene Descartes (1596-1650) dan Isaak Newton (1642-1727). Penggunaan istilah paradigma dalam frase “paradigma Cartesian-Newtonian” mengacu kepada pengertian generik yang diturunkan oleh Thomas Kuhn, yang dalam masterpiece-nya The structure of Scientific Revolutinons (1970) Kuhn menggunakan istilah paradigma untuk banyak arti, seperti matriks disipliner, model, atau pola berpikir, dan pandangan-dunia kaum ilmuwan. Namun pengertian umum yang lebih banyak dipakai paradigma berarti seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.[27] Istilah paradigma dalam frase paradigma Cartesian-Newtonian digunakan dalam makna yang lebih luas yang tidak hanya berlaku pada komunitas ilmiah melainkan bekerja pada masyarakat modern umumnya. Paradigma dalam hal berarti suatu pandangan-dunia (world vieu) atau cara pandang yang dianut secara pervasif dan terkandung di dalamnya asumsi-asumsi ontologis dan epistemologis tertentu, visi realitas, dan sistem nilai.
Selanjutnya Paradigma Cartesian-Newtonian mengandung dua komponen utama, yaitu prinsip-prinsip dasar dan kesadaran intersubjektif. Prinsip-prinsip dasar itu adalah asumsi-asumsi teoritis yang mengacu kepada sistem metafisis, ontologis, dan epistemologis tertentu. Sedang kesadaran intersubjektif adalah kesadaran kolektif terhadap prinsip-prinsip dasar itu yang dianut secara bersama sedemikian sehingga dapat melangsungkan komunikasi yang memiliki frame of reference yang sama. Misalnya, konsep ‘maju’ (progress) yang sesuai dengan paradigma Cartesian-Newtonian adalah bertambahnya kepemilikan dan pengusaan manusia terhadap alam. Pengertian konsep ‘maju’ seperti itu telah menjadi kesadaran kolektif yang memungkinkannya komunikasi berlangsung antar manusia modern sedemikian, sehingga bangsa yang mampu mengeksploitasi alam melalui industri disepakati untuk digolongkan sebagai bangsa maju atau Dunia Pertama.[28]
2. Paradigma Holistik-Dialogis
Paradigma holistik-dialogis adalah merupakan paradigma alternatif karena tuntutan pandangan dunia baru dalam upaya memahami fenomena-fenamena global secara lebih baik, tepat dan sesuai. Pandangan dunia baru itu merupakan paradigma alternatif terhadap paradigma Cartesian-Newtonian yang dualisme yang lebih menguasai kesadaran manusia modern dalam kurun waktu tiga ratus tahun terakhir.
Dengan munculnya gagasan orisinal dari Shadr al-Din al-Shirazi yang lebih popular dengan nama Mulla Shadra (1572-1641), filsuf Persia yang hidup sezaman dengan Descartes yaitu gerak trans-substansial (trans-substansial motion, harakat al-jawhariyyah). Gagasan ini dicetuskan setelah melalui analisis ontologis-metafisis yang mendalam terhadap eksistensial dan realitas. Ontologis Mulla Shadra memiliki banyak kesamaan dengan Filsafat proses atau filsafat organisme Alfred North Whitehead (1815-1974), dapat dianggap sebagai upaya transformasi gerak trans-substansial kedalam sistim kosmologi yang dinamis. Whitehead telah mengintroduksi data-data perkembangan sains modern sebagai bagian yang integral dalam sistem filsafatnya, khususnya pandanagan kosmologisnya, sehingga lebih memperkaya pemahaman terhadap dinamika realitas.[29]
Sumber:
[27]Husain Heriyanto, M. Hum, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains,dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, (Cet; Jakarta Selatan: Teraju, 2003), h. 28.
[28]Husain Heriyanto, M. Hum, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains,dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, (Cet; Jakarta Selatan: Teraju, 2003), h. 29.
[29]Husain Heriyanto, M. Hum, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains,dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, (Cet; Jakarta Selatan: Teraju, 2003), h. 154-155
Rabu, 07 Desember 2016
Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Islam
Faktor Timbulnya Filsafat Islam
- Faktor dorongan ajaran Islam, Islam menginginkan agar kita sebagai umat berpikir tentang kejadian penciptaan langit dan bumi. Dan penciptaan langit dan bumi tentu ada yang menciptakannya, atas dasar keingintahuan inilah perlunya pemikiran untuk dapat mencari tahu lebih lanjut dengan menggunakan pemikiran filsafat.