Karangan ini, selain menegaskan betapa besar tanggung jawab kita generasi sekarang terhadap keutuhan lingkungan hidup di bumi ini, mau menunjukkan bahwa tanggung jawab itumenunjukkan jadi tantangan bagi umat beragama, khususnya umat kristiani untuk mengubah sikap tradisional mereka terhadap ciptaan alamiah karena sikap itu tidak memadai lagi.
Baru sejak kurang lebih 20 tahun umat manusia mulai menyadari bahwa ia berada dalam proses penghancuran alam, dan bahwa alam itu adalah lingkungan hidup manusia, malahan satu-satunya lingkungan hidupnya. Sehingga apabila lingkungan ini sudah rusak, manusia telah menhancurkan lingkungan daripadanya ia harus hidup sendiri.
Kita mulai menjadi sadar betapa buruknya perlakuan kita terhadap alam: hutan-hutan ditebang, atmosfer dirusak, udara dan air diracuni, lingkaran kehidupan mikro yang hakiki diputuskan. Akibatnya semakin kita rasakan. Bencana banjir dan tanah longsor semakin gawat, misalnya di sepanjang aliran Sungai Gangga dan Brahmaputera di India dan Bangladesh. Di Eropa dan Amerika Utara hutan pada mati. Hujan asam mematikan kehidupan dalam danau-danau di Kanada. Kemampuan alam untuk membersihkankan diri semakin melemah. Penggunaan pestisida secara besar-besaran mengakibatkan merajalela seperti wereng cokelat yang kebal terhadap obat pemberantasan. Penyakit malaria maju di seluruh dunia tropis. Setiap tahun jutaan hektar hutan tropis lumbung warisan genetik bumi kita hilang. Penggunaan pupuk berlebihan meracuniair tanah.
Kerusakan yang paling gawat baru sekarang diketahui berlangsung di negara-negara komunis Eropa Timur dimana danau-danau dan sungai-sungai besar menjadi radioaktif dan di beberapa daerah industri Jerman Timur dan Polandia angka kematian anak adalah 10 kali lebih buruk daripada di Eropa Barat.
Perusakan itu bukan sekadar nafsu manusia modern yang hanya mau memanfaatkan alam untuk meningkatkan konsumsinya, melainkan, anehnya, juga berdasarkan sebuah legitimasi teologis. Berabad-abad lamanya manusia Barat mengeksploitasi alam berdasarkan anggapan bahwa ia telah dibenarkan dalam perintah yang diberikan Tuhan kepadamu manusia yang diciptakannya: "Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1, 28).
Perintah sang Pencipta itu ternyata oleh manusia modern diartikan sebagai cek blangko untuk menjadikan diri penguasa mutlak atas seluruh alam. Kekuasaan itu lantas diartikan sebagai wewenang untuk memanfaatkan alam secara habis-habisan demi kebutuhan dan keinginan apa saja, tanpa perhatian pada keutuhan alam sendiri. Perintah Pencipta dijadikan. dasar sebuah ideologi yang mensahkan manusia menjadikan seluruh dunia menjadi alat dan tambang bagi perealisasian segala apa yang dapat dibayangkannya.
Waktunya sudah sangat mendesak untuk merenungkan kembali apa yang sebenarnya dititipkan Allah pada manusia ciptaannya itu. Sudah waktunya kita melepaskan pendekatan yang semata-mata mau menguasai dan mengembangkan sebuah etika tanggung jawab terhadap keutuhan seluruh ciptaan.
Dalam karangan ini saya menguraikan pola pendekatan yang mana yang membawa umat manusia ke dalam situasi gawat kita sekarang, saya menggariskan unsur-unsur sebuah etika tanggung jawab keutuhan ciptaan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar