Kamis, 08 Desember 2016

Teori dan Paradigma

Kata ‘teori” secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theorea, yang berarti melihat, theoros yang berarti pengamatan.[4] sedangkan pengertian teori menurut terminologi memiliki beberapa pengertian seperti yang dikemukakan oleh ilmuwan sebagai berikut:

Kerlinger mengemukakan bahwa teori adalah suatu kumpulan variabel yang saling berhubungan, definisi-definisi, proposisi-proposisi yang memberikan pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan mempesifikasikan relasi-relasi yang ada di antara beragam variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada”.[5]

Cooper and Schindler (2003), mengemukakan bahwa, A theory is a set systematically interrelated concepts, definition, and proposition that are advanced to explain and predict phenomena (fact). Teori adalah seperangkat konsep, defininisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Teori menurut Sugiyono adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala.[6]

Berdasarkan pengertian teori tersebut dapat kita mengemukakan bahwa teori memiliki komponen-komponen yang terdiri atas: Konsep, fakta, fenomena, defenisi, proposisi dan variabel.

Kata “paradigma” berasal dari bahasa Yunani yaitu paradeigma yang berarti contoh, tasrif, model.[7] Paradigma ini dapat pula berarti: 1. Cara memandang sesuatu, 2. Dalam ilmu pengetahuan berarti model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena yang dipandang, diperjelas, 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefenisikan suatu studi ilmiah konkret.4 Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.[8]

Menurut Nasim Butt (1996) suatu paradigma merupakan teori-teori yang berhasil secara empiris yang pada mulanya diterima dan dikembangkan dalam sebuah tradisi penelitian sampai kemudian ditumbangkan oleh paradigma yang lebih progresif secara empiris.[9]

Di dalam penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan.[10]

Menurut Husain Heriyanto paradigma adalah seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.[11]

Menurut AF. Saifuddin setiap paradigma mengandung teori-teori yang memiliki logika, prosedur metodologi dan implikasi teoritis sehingga tidak relevan bila suatu paradigma diperbandingkan apalagi dipertentangkan dengan paradigma yang lain (lihat Kuhn, 1978). Kritik terhadap suatu paradigma harus berlangsung dalam paradigma itu sendiri, tidak dari pandangan paradigma yang lain. Dalam bahasa awam, seekor ular tidak akan sama dengan seekor harimau, maka tidak beralasan untuk memperbandingkan keduanya apalagi mempertentangkan atau memperdebatkannya.[12]

Sumber:

[4] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Ed. I. ( Cet.III; Jakarta: Gramedia, 2002), h. 1097 

[5]Reza A.A Wattimena, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 257 

[6]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Cet.III; Bandung: Alfabeta, 2007), h. 52-54 

[7]Komaruddin, Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Ed. I, (Cet.II; Jakarta: Bumi Aksara , 2002), 173 

[8]Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Ed. I. ( Cet.III; Jakarta: Gramedia, 2002), h. 779 

[9]Soetrisno dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan metodologi Penelitian, Ed.I.9Yogyakarta: Cv. Andi offset, 2007). h. 32 

[10]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Cet.III; Bandung: Alfabeta, 2007h. 42 

[11]Husain Heriyanto, M. Hum, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains,dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, (Cet; Jakarta Selatan: Teraju, 2003), h. 28. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar